SUASANA Padang Sappa, Kecamatan Ponrang mulai
berangsur-angsur pulih. Aparat keamanan yang disiagakan pun sisa empat
peleton polisi; masing-masing dua SST (satuan setingkat peleton)
Perintis dari Polwil Parepare dan dua SST lainnya dari Brimob Polwil
Parepare dan Baebunta.
Untuk menghindari kemungkinan terburuk, demikian
dikemukakan Kadispen Polda AKBP Muh Siswa malam tadi, keempat SST
polisi tadi juga diback-up satu peleton gabungan TNI dari Kodim 1403
Sawerigading dan Kompi C 721 Palopo.
Selain menyimpulkan situasi terakhir Padang Sappa,
Kadispen Siswa juga menyampaikan bahwa aparat keamanan telah menahan
dan memintai keterangan 10 warga yang diduga keras sebagai pelaku. Di
samping itu, ratusan senjata dan barang bukti lainnya berupa 11 pucuk
senjata rakitan (papporo), 174 butir peluru rakitan, dua (2) pak
amunisi, dua (2) buah bom molotov, 222 batang besi, serta satu buah
tang besi, berhasil disita dan diamankan aparat. Laporan resmi polisi
menyebutkan jumlah korban tewas terakhir 11 orang.
Yang cukup mengejutkan, demikian Kadispen Polda, tiga di
antara 10 warga yang masih dimintai keterangan ternyata warga dari
luar Padang Sappa. Mereka itu adalah An (16), Rud (18) kduanya dari
Walenrang, serta App (14) warga desa Lamasi. Kepada penyidik ketiganya
mengaku dibayar Rp20 ribu serta ditanggung kebutuhan makannya setiap
hari.
Sementara dari Palopo dilaporkan, Kapolres Luwu AKBP Drs
Anjaya melalui Kasat Serse Iptu Pol Prayitno SH, mengakui kalau
kerusuhan di Padang Sappa itu melibatkan orang luar. Dia malah
mengistilahkannya sebagai `tentara bayaran. "Indikasinya memang ke
sana. Istilahnya kita, ada tentara bayaran. Itu setelah kita
mencermati data yang ditemukan di lapangan," ujar Pryitno.
Demikian halnya, dia melanjutkan, kemungkinan penggunaan
senjata organik selama kerusuhan berlangsung. Hal itu sekaitan dengan
telah ditemukannya peluru organik jenis Pindad 556 di lokasi
kerusuhan, saat aparat keamanan melakukan penyisiran.
"Dugaan saat ini, memang ada kelompok yang mempergunakan
peluru organik saat kerusuhan. Sewaktu penyisiran, kami menemukan dua
butir peluru organik. Peluru itu jenis pindad," terang Prayitno.
Adanya kelompok yang memakai amunisi organik standar
aparat keamanan dalam kerusuhan Padang Sappa, lanjut Prayitno,
diperkuat pula keterangan salah seorang warga yang diciduk Polres
Luwu. Warga yang kini meringkuk dalam tahanan Polres Luwu itu, kata
Prayitno, dalam keterangannya menyebutkan kalau ada kelompok yang
mendapat suplay amunisi organik dari oknum aparat," katanya.
Kendati demikian, Prayitno enggan melansir lebih jauh asal
kesatuan oknum aparat yang ditengarai menyuplai amunisi organik kepada
salah satu kelompok yang terlibat pertikaian. "Sinyalemen itu masih
dalam penyelidikan," katanya.
Dan itu juga dibenarkan saksi mata Luther yang Kades
Padang Sappa Kepada Fajar dia mengungkapkan warganya telah menemukan
sebutir peluru organik di dekat jenazah korban kerusuhan."Warga saya
menemukan sebutir peluru organik di dekat jenazah Marthen," kata
Luther.
Pernyataan senada dikemukakan seorang saksi mata kerusuhan
yang berhasil menyelematkan diri ke Makassar. Wan (30) warga Buntu
Batu menuturkan, saat kerusuhan meledak, salah satu pihak dari yang
bertikai menggunakan berbagai macam senjata, serta serbuannya sangat
terorganisir. Akibatnya, mayoritas warga pribumi Padang Sappa yang
tidak menyangka bakal diserang, tidak bisa berbuat banyak selain hanya
menyelamatkan diri.
"Itu pun ada di antara kita yang tidak berdaya diberondong
papporo. Atau, terperosok dan luka-luka akibat ranjau rakitan yang
sengaja dipasang oleh kelompok penyerang," ungkapnya sangat emosional.
"Tapi secara umum, keadaan di Padang Sappa sudah mulai
membaik sehingga aparat keamanan yang disiagakan pun sisa lima SST.
Tadi (kemarin, red) Bupati Luwu Kamrul Kasim beserta jajarannya juga
datang meninjau lokasi bekas kerusuhan sekaligus menyerahkan sejumlah
bantuan," ujar Siswa, mencoba meyakinkan.
Bupati, kata Siswa, menjanjikan akan mengucurkan dana
rehabilitasi senilai Rp 350 juta buat merehabilitasi 78 bangunan milik
warga yang 61 di antaranya merupakan rumah tinggal. Selain itu, Pemkab
(pemerintah kabupaten) Luwu juga menyediakan sedikitnya 40 ton beras
guna mengantisipasi kebutuhan pengungsi yang ditampung di lima lokasi
berbeda. Masing-masing di halaman Polsek, kantor kecamatan, dan markas
Koramil setempat, serta di salah satu rumah ibadah dan kantor desa.
Pengungsi Padang Sappa yang umumnya kaum perempuan dan
anak-anak kini tersebar pada rumah-rumah keluarga mereka di luar
Padang Sappa, termasuk dalam Kotif Palopo. Arus pengungsian itu
terjadi menyusul terjadinya kerusuhan di Padang Sappa, Rabu (29/8)
silam. Hingga Kamis lalu, pengungsi Padang Sappa masih membanjiri
Kotif Palopo.
Data yang dihimpun Fajar menunjukkan, sejak bergolaknya
Padang Sappa empat hari lalu itu, sedikitnya 3.000 warga Padang Sappa
terpaksa meninggalkan kampung dan rumah mereka. Selain ke Kotif Palopo
dan desa terdekat, sebagian warga juga ada yang mengungsi ke Kabupaten
Tana Toraja dan Masamba. "Tetapi, mereka umumnya mengungsi ke
rumah-rumah keluarga yang ada di Palopo," kata salah seorang petugas
Posko pengungsi Padang Sappa di gedung DPD Golkar Luwu, Jumat kemarin.
Bupati Luwu DR H Kamrul Kasim, Jum'at (31/8) kemarin,
mengatakan banyaknya warga Padang Sappa yang mengungsi ke Kotif
Palopo, harus mendapatkan perhatian serius semua pihak. "Tetapi, kami
(Pemkab, Red) menghimbau kepada warga Padang Sappa untuk kembali ke
Padang Sappa," katanya.
Dikatakan Kamrul, pihaknya telah menginstruksikan segenap
Camat yang ada di Luwu, untuk melakukan pendataan warga Padang Sappa
yang mengungsi ke daerahnya. "Saya juga menghimbau, agar pengungsi
Padang Sappa itu mendapat bantuan logistik," imbuhnya.
Keberadaan pengungsi tersebut, jelas Kamrul merupakan
imbas dari kerusuhan yang terjadi di Padang Sappa. Olehnya itu,
katanya, mereka merupakan tanggungjawab Pemkab Luwu. "Kami akan
memberi bantuan kepada para pengungsi tersebut, baik yang berada di
Palopo, maupun yang ada di daerah-daerah lain," jelas Kamrul seraya
menambahkan bahwa realisasi bantuan itu akan dilakukan setelah semua
data pengungsi rampung.
Untuk mengantisipasi terjadinya aksi balas dendam terhadap
para korban kerusuhan Padang Sappa yang kini menjalani perawatan medis
di RS Tentara, sedikitnya tiga anggota TNI AD dari Kodim 1403
Sawerigading Palopo, disiagakan. Mereka mengawasi RS Tentara dari
kemungkinan terburuk itu. Sementara itu, Jumat (31/8) petang kemarin,
tercatat masih enam korban kerusuhan Padang Sappa dirawat di RSUD
Palopo dan RS Tentara.
Pantauan kontributor Fajar di dua RS ternama di Palopo itu
menunjukkan, tiga korban kerusuhan Padang Sappa yang menjalani rawat
inap, kondisinya mulai membaik. Mereka, yakni Nobel (bukan Noble,
Red), Saka, dan Udin, telah menjalani operasi medis untuk mengangkat
timah panas yang bersarang pada kaki dan tangan mereka.
Sementara itu, korban kerusuhan Padang Sappa yang dirawat
inap di RSUD Palopo, kondisinya telah membaik dari dua hari
sebelumnya. Bahkan, Nawir, korban yang terkena timah panas muntahan
senjata api rakitan, telah dipulangkan ke rumahnya. Masih tiga korban
yang dirawat di rumah milik Pemkab Luwu itu, di antaranya Sulaiman,
Iwan, dan Liku.
Dari tiga korban tersebut, Sulaeman terbilang parah dan
Liku. Pasalnya, dua korban itu tertembak pada paha. "Namun, mereka
sudah menjalani operasi untuk mengangkat peluru yang bersarang pada
tubuh mereka," kata salah seorang perawat medis RSUD yang enggan
dilansir identitasnya.
Midan, keluarga Sulaeman, mengatakan kondisi korban mulai
membaik. Namun demikian, katanya, korban masih mengalami shoch mental
akibat musibah yang dialaminya.
Iwan, salah seorang korban yang tertembak pada kepalanya,
mengatakan dirinya tak terlibat dalam kerusuhan Padang Sappa. Katanya,
Rabu (29/8) lalu itu, dia sedang berjaga-jaga di halaman rumahnya,
ketika konsentrasi massa menyebar di wilayah itu. Namun demikian,
entah siapa yang menembaknya, Iwan mengaku langsung tersungkur ke
tanah akibat terkena tembakan pada kepalanya.
"Untung saja, peluru itu hanya menyambar kepala saya,
sehingga lukanya hanya tergores. Kalau saja peluru itu bersarang di
kepala saya, mungkin saya sudah tewas," ujarnya dengan nada sendu.
Laman
Sabtu, 09 November 2013
PADANG SAPPA
STUDI MODEL ALTERNATIF PENYELESAIAN KONFLIK KASUS PADANG SAPPA
KABUPATEN LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN
Tim Puslitbang Kehidupan Beragama
2006
KABUPATEN LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN
Tim Puslitbang Kehidupan Beragama
2006
Padang Sappa adalah salah satu dari 18 desa/kelurahan yang ada di kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu dan juga merupakan ibukota kecamatan tersebut. Setelah dimekarkan, Padang Sappa terbagi tiga menjadi kel. Padang Sappa sendiri, Padang Subur dan Buntu Karya. Dalam tulisan ini, istilah Padang Sappa dimaksudkan untuk ketiga wilayah tersebut oleh karena pertimbangan historis konflik sosial di wilayah tersebut.
Dari sisi keragaman budaya Padang Sappa, asimilasi budaya agraris yang dibawa para pendatang dari pegunungan seperti Basteng dan Toraja serta budaya pedagang yang dibawa orang Bugis cukup memperkaya adat istiadat di kota kecil ini. Sementara penduduk asli yang umumnya bekerja di sektor pertanian adalah komunitas tifikal agraris, fathernal, dan religius formal.
Beberapa kesimpulan penting dalam temuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:
· Kemajemukan agama, budaya dan adat istiadat menjadi potensi besar bagi konflik sosial di Padang Sappa.
· Paling tidak ada tiga teori yang bisa dijadikan dasar analisis konflik krusial Padang Sappa, teori hubungan masyarakat, teori kebutuhan dasar manusia, teori transformasi konflik dan teori kesalahpahaman budaya. Dalam kasus ini, teori terakhir sangat dominan bekerja memicu konflik ke arah kekerasan di Padang Sappa.
· Pemicu utama konflik lebih karena alasan-alasan ekonomi yang berlindung di balik ketidakjelasan status hukum pemilikan lahan tanah.
· Kalaupun konflik Padang Sappa benar di set up dalam konsfirasi global konflik-konflik sosial di tanah air yang umumnya memperalat agama sebagai mesin perang, maka kasus Padang Sappa adalah contoh kegagalan konsfirasi yang memanfaatkan sensitivitas beragama sebagai pemicu eskalasi konflik yang luas dan panjang.
· Model rekonsiliasi yang dikembangkan lebih banyak dilakukan dengan metode-metode pengelolaan konflik tidak resmi seperti mediasi bolak-bolik, pengakuan terhadap lembaga adat, serta mengakomodasi konsensus umum dalam masyarakat.
· Kelebihan model tersebut memberi ruang yang besar bagi kelompok-kelompok civil society untuk berpartisipasi dalam proses pencapaian resolusi maupun rekonsiliasi konflik.
· Kemajemukan agama, budaya dan adat istiadat menjadi potensi besar bagi konflik sosial di Padang Sappa.
· Paling tidak ada tiga teori yang bisa dijadikan dasar analisis konflik krusial Padang Sappa, teori hubungan masyarakat, teori kebutuhan dasar manusia, teori transformasi konflik dan teori kesalahpahaman budaya. Dalam kasus ini, teori terakhir sangat dominan bekerja memicu konflik ke arah kekerasan di Padang Sappa.
· Pemicu utama konflik lebih karena alasan-alasan ekonomi yang berlindung di balik ketidakjelasan status hukum pemilikan lahan tanah.
· Kalaupun konflik Padang Sappa benar di set up dalam konsfirasi global konflik-konflik sosial di tanah air yang umumnya memperalat agama sebagai mesin perang, maka kasus Padang Sappa adalah contoh kegagalan konsfirasi yang memanfaatkan sensitivitas beragama sebagai pemicu eskalasi konflik yang luas dan panjang.
· Model rekonsiliasi yang dikembangkan lebih banyak dilakukan dengan metode-metode pengelolaan konflik tidak resmi seperti mediasi bolak-bolik, pengakuan terhadap lembaga adat, serta mengakomodasi konsensus umum dalam masyarakat.
· Kelebihan model tersebut memberi ruang yang besar bagi kelompok-kelompok civil society untuk berpartisipasi dalam proses pencapaian resolusi maupun rekonsiliasi konflik.
Penelitian ini menyarankan dibuat formulasi dan prinsip-prinsip adat yang hidup dalam masyarakat difungsikan sebagai alternatif policy dalam masalah-masalah sosial di unit pemerintah desa atau kecamatan. Posisi Alternatif policy maker pada pemangkunya bukan sebagai perpanjangan tangan pemerintah, akan tetapi sebagai mitra yang sejajar dalam melakukan fungsi controling terhadap hubungan sosial kemasyarakatan.***
Langganan:
Komentar (Atom)